Jumat, 02 Oktober 2009

Renungan seorang ayah (orang tua)

http://www.teamtujuh.blogspot.com/

surat ayah untuk anak
Dengarlah, anakku : aku mengatakan ini, sementara engkau tidur di ranjang, dengan tangan dikepalkan di bawah kepalamu, dengan rambutmu yang musak-musik. Beberapa detik yang lalu, saya asyik membaca Koran dikamar tengah, ketika timbul perasaan menyesal dalam hatiku
Inilah yang teringat dalam hatiku, nak ; aku kurang manis dan baik terhadapmu. Aku membentak dan menghukum engkau ketika engakau berpakaian mau pergi sekolah, karena engkau hanya menyeka mukamu belaka. Aku membentak engkau ketika ingin keluar rumah dengan sepatu kotor, saya marah padamu, ketika engkau menjatuhkan bukumu di tanah.
Ketika sarapan, aku banyak mengecam engkau. Roti kau jatuhkan, kau telah memakannya seenak-enakmu saja. Sikumu kau letakkan di meja kau oleskan mentega terlalu tebal di atas roti.
Dan ketika engkau pergi sekolah engkau lambaikan tanganmu “selamat tinggal, pak” maka aku merengut dan menjawab : “jalanlah agak lebih tegak”
Sore ini, sama saja saya ulangi dari mula. Ketika aku masuk di lorong, saya melihat kau berlutut sambil main gundu. Kaosmu bolong-bolong. Aku menghina kau didepan kawan – kawanmu dan menyuruhmu pulang “kaos itu mahal! Jika engkau harus membeli sendiri pasti engkau akan lebih berhati – hati” aku mengatakan itu didepan anak-anak lainnya.
Dan masih engkau ingat, bagaimana engkau masuk ke dalam rumah, sementara aku membaca Koran dan engkau agak malu-malu?ketika aku memandangmu dengan muka agak muram, karena engkau mengganggu aku, maka engkau agak ragu-ragu berdiri diambang pintu dan aku berkata “mau apa lagi engkau”
Engkau tak berkata apa-apa, akan tetapi sekonyong-konyong engkau mendekatiku, memeluk leherku dan menciumku. Dan tanganmu memelukku erat-erat dengan kemesraan dan cinta yang tuhan perkembangkan dalam hatimu; rasa kasih saying yang tidak susut, meskipun telah kuabaikan. Kemudian engkau segera pergi lari sambil meloncat-loncat.
Nah, anakku, tak lama kemudian Koran terlepas dari tanganku dan ada rasa cemas meliputi diriku. Apakah yang membuat saya demikian? Tak lain, kebiasaan untuk mencari-cari kesalahan dan mengecam
Aku mengecam dan mengomel, bukan berarti aku tidak sayang kepadamu. Tapi karena aku mengharapkan terlalu banyak darimu yang masih kecil itu, aku mengukurmu dengan ukuran yang seharusnya dipakai pada orang yang seumur aku.
Ada banyak hal yang baik, benar dan bagus dalam watak tabiatmu, hatimu yang kecil itu, sungguh sangat besar. Engkau menunjukkan kebesarn hatimu, terbukti engkau menghampiriku dan memberi ciuman begitu mesra. Malam ini biarlah nak. Aku sekarang dalam gelap malam hari menghampirimu dan aku berlutut, malu pada diriku sendiri.
Ini adalah pertobatan dan penyesalan yang lemah belaka, da aku yakin engkau tidak

(by picture : yusuf.blogspot)
menggerti seandainya kuterangkan semua ini padamu waktu engkau terjaga (bangun). Akan tetapi besok aku akan menjadi ayah baik bagimu, aku akan menjadi kawan sejatimu dan ikut menderita kalau engkau menderita, tertawa kalau engkau tertawa.
Aku menggigit lidahku, kalau aku ingin mengucapkan sesuatu perkataan yang tidak enak, aku setiap waktu akan berkata kepada diri sendiri; “ia adalah anak kecil, anak yang masih sangat kecil”
Aku tahu telah menilai engkau seolah-olah engkau itu sudah dewasa dan besar. Akan tetapi aku tahu sekarang, nak. Sementara engkau letih berbaring di ranjang, bahwa engkau masih seorang bayi belaka. kemarin engkau masih digendong oleh ibumu, kepalamu bersandar di bahunya, aku sungguh mengharapkan terlalu banyak darimu, terlalu banyak.


Tidak ada komentar: